Pria Aneh di Kursi II F

BERJALAN tenang laki-laki gempal itu memasuki pintu pemerikfsaan penumpang Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Banten. Hari itu, Kamis, 30 September, seperti tanggal yang tertera di tiketnya, ia akan terbang ke Singapura menumpang Air Asia nomor penerbangan QZ 7780. Pesawat dijadwalkan mengudara pukul 11.20.

 

Penampilannya, jika benar-benar diamati, sebenarnya mengundang curiga. Wajahnya seperti hendak ditutupi kacamata kotak bergagang tebal. Rambutnya lebat dan tebal, nyaris menutupi seluruh dahinya. Dari paspornya, petugas melihat pria ini bernama Sony Laksono, lahir di Malang, 17 Agustus 1975. Paspornya dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur pada 5 Januari 2010.

 

Sony Laksono, belakangan setelah skandal keluar-masuk penjaranya terbongkar, diketahui merupakan nama samaran Gayus Halomoan Partaha-nan Tambunan, bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang kini jadi pesakitan. Kacamata dan rambut tebal yang ternyata palsu itu bagian dari "properti" pria 32 tahun ini agar lolos dari penjagaan Imigrasi.

 

Data dalam paspor itu palsu. Maka, ketika petugas Pendataan Lalu Lintas Orang di Perbatasan memeriksa paspor bernomor T 116444 milik "Sony", komputer langsung menolaknya. Lampu kuning berkedip-kedip, sedangkan layar komputer menerakan peringatan "no response found". Dipindai berulang-ulang, peringatan itu juga yang muncul.

 

Pancaran warna kuning menunjukkan data yang tertera di dalam paspor "Tuan Sony" tak ada dalam sistem Imigrasi. Artinya, data ini palsu, atau dibuat di luar Indonesia. Berbeda jika pemindai menyala merah, yang menjadi petunjuk bahwa data yang terbaca milik seseorang yang dicegah tangkal ke luar negeri.

 

Setelah menanyakan ulang soal data identitas, tiga petugas menggiring Gayus "Sony Laksono" Tambunan ke ruang pemeriksaan. Kepada Tempo, seorang sumber menuturkan dua orang pria tiba-tiba merangsek sebelum petugas memulai interogasi. Keduanya mengaku polisi dan menyebutkan bahwa "Sony" merupakan seorang aparat yang akan melaksanakan satu tugas negara ke luar negeri. "Karena itu, dia bisa lolos," kata sumber yang dekat dengan kalangan pejabat Imigrasi itu.

 

Keberadaan polisi di ruang interogasi bandara itu menunjukkan kedekatan Gayus dengan aparat. Ini mengingatkan sejumlah aksi Gayus yang dengan mudah keluar-masuk selnya di Rumah Tahanan Kelapa Dua, Depok, selama Juli hingga November 2010, dan juga pelesirannya ke Bali. Pada kasus Bali terungkap, ia bisa bebas lenggang kangkung karena mendapat bantuan polisi pengawalnya.

 

Ditanya Tempo perihal adanya dua polisi yang "membebaskan" Gayus di ruang pemeriksaan bandara, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ito Sumardi tak menyangkal atau juga membenarkan. Saat diperiksa, ujar Ito, Gayus tak bercerita soal itu. "Kepada kami, dia tak mengaku begitu," katanya.

 

Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengaku baru mendengar informasi ini. Menurut Patrialis, para petugas bandara yang diperiksa secara internal tak mengungkap orang selain Gayus ketika paspornya diketahui bermasalah. "Mereka tak menyebut soal itu," katanya.

 

Kepada pemeriksa, para petugas itu menyatakan tak menduga orang di balik wig dan kacamata itu Gayus. Mereka mengaku lalai, tak menghiraukan "model" foto dalam paspor yang menyalahi aturan keimigrasian. Sistem biometrik tak membolehkan pemilik paspor mengenakan penutup kepala dan wajah saat difoto. Menurut Patrialis, anak buahnya membiarkan Gayus melenggang, "Karena waktu itu antrean penumpang panjang."

 

Kepala Kantor Imigrasi Bandara Dirman Sukardi tak mau disalahkan atas kelalaian anak buahnya meloloskan Gayus. Menurut dia, para petugas tak menyangka Gayus bisa ke luar negeri karena paspornya sudah ditahan dan ia dicekal sejak 24 Maret 2010. Menurut dia, pengawasan terhadap Gayus sebenarnya bukan hanya oleh Imigrasi. "Itu tugas polisi dan intelijen," katanya kepada Ayu Cipta dari Tempo.

 

 

GAYUS terbang ke Singapura sendirian. Dia duduk dekat jendela di bangku 11-F. Bekas pegawai penelaah keberatan banding golongan IIIa itu tak menduga gerak-gerik dan tampang anehnya mengundang perhatian seorang perempuan yang duduk sebaris dengannya, tapi terpisahkan lorong kabin.

 

Devina Hakim duduk di bangku 11-B. Perempuan yang tinggal di Raffles Hills, Cibubur, Jawa Barat, itu sudah memperhatikannya sejak di ruang tunggu keberangkatan. "Saya tatap dia beberapa kali," kata Devina. Tapi tak ada yang terjadi sampai mereka mendarat di Bandara Changi dua jam kemudian.

 

Geger pelesiran Gayus terbongkar tiga bulan kemudian. Devina menuliskan kesaksiannya di lembar surat pembaca Kompas edisi 2 Januari 2011. Ia yakin pria berwajah bulat dengan rambut agak gondrong aneh yang dilihatnya di pesawat adalah Gayus Tambunan. Devina yakin, karena wajah itu persis sama dengan foto-foto yang menampilkan Gayus sedang menonton pertandingan tenis kejuaraan Commonwealth di Nusa Dua, Bali, pada 5-6 November 2010.

 

Ke Bali, Gayus juga memakai nama Sony Laksono untuk memesan tiket pesawat Lion Air. Milana Anggraeni, istrinya, yang memesan tiket untuk vakansi itu. Berkat Milana pula Gayus bisa dengan mudah mendapat tiket untuk terbang ke luar negeri. Tapi polisi mendapat pengakuan lain: Gayus mendapat pelbagai kemudahan berkat bantuan seorang pengusaha. Sumber Tempo menyebutkan urusan pajaklah yang menghubungkan pengusaha ini dengan Gayus. Dialah yang menanggung semua kebutuhan Gayus saat di penjara, termasuk membiayai pelesiran Gayus.

 

Kepala Badan Reserse Ito Sumardi tak menampik adanya pengusaha di balik pelesiran Gayus ini. Tapi Ito menegaskan pengusaha itu bukanlah pengusaha besar atau kakap. "Bukan pengusaha tenar," kata Ito. Dia menyebut inisial pengusaha itu: HS. Sumber Tempo menyebut HS juga menduduki posisi penting di sebuah perusahaan besar yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber energi alam.

 

Polisi hingga kini masih memeriksa Gayus. Rabu pekan lalu, ia sudah mendapat sangkaan baru: melakukan pemalsuan dokumen. Selain itu, istrinya, Milana Anggraeni, diperiksa para penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Perempuan ini diduga berperan penting memfasilitasi suaminya bebas keluar-masuk penjara.

 

DARI manifes Air Asia yang diambil penyidik, nama Milana memang tak tercantum dalam penerbangan pada jam yang sama dengan Gayus. Ia menyusul suaminya terbang ke Singapura dengan pesawat Air Asia dua jam kemudian. Berbeda dengan kepergian pasangan ini ke Bali, November silam, kepergian ke luar negeri ini mereka tak mengajak tiga anak mereka yang terhitung masih kecil-kecil itu.

 

Sejumlah sumber Tempo menyebut kepergian Gayus yang hanya berdua dengan istrinya itu bukan sekadar vakansi, mengusir mumet akibat sejumlah kasus yang menjeratnya. Gayus dikenal sebagai family man. Ia sangat menyayangi ketiga buah hatinya dan bisa dibilang tak pernah meninggalkan mereka jika ia berlibur ke mana pun. Menilik perubahan perilaku itu?termasuk kepergiannya yang terpisah dengan istrinya?Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana pun menduga: Gayus tengah melakukan "proyek" penyelamatan aset-asetnya di luar negeri.

 

 

 

Di Singapura, terpantau Gayus memiliki rekening atas namanya di Bank UOB. Sumber Tempo, yang ikut menelisik asal-muasal duit Gayus, menyebut banyak transaksi uang keluar dari rekening dari bank ini. Di Indonesia, aparat sendiri sudah berhasil menemukan sejumlah deposit tempat penyimpanan "harta karun" Gayus. Salah satunya di Bank Mandiri Cabang Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di sana ia "membenamkan" hartanya Rp 74 miliar. Itu terdiri atas pecahan dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, serta emas batangan. "Dari bundelnya, dolar-dolar itu berasal dari Bank UOB," kata sumber Tempo.

 

Menurut sumber ini, uang pecahan Sin$ 1.000 dan US$ 100 itu dipindahkan dari kotak deposit UOB, lalu dipindahkan ke deposit Bank Mandiri. Ditilik dari penarikan puluhan kali di rekening UOB, seorang penyidik yakin Gayus masih menyimpan duitnya di rekening lain. "Kami memang sedang menyelidiki kepemilikan rekening di bank itu," kata Ito.

 

Harta Gayus lainnya yang juga ditelisik adalah tujuh kotak depositnya yang terhitung masih misterius. Kepada Satuan Tugas yang memulangkannya dari Singapura, Maret tahun lalu, Gayus mengaku punya sembilan kotak deposit berisi uang dari 149 perusahaan wajib pajak. Dari jumlah itu, dua sudah dibuka polisi. Dari dua itu, yang satu ternyata berisi dokumen, bukan harta benda.

 

Seorang penyidik menduga kepergian Gayus ke Singapura memang untuk mengalihkan duitnya itu ke rekening Milana. Tapi soal itu dibantah Hotma Sitompul, pengacara Milana. Hotma juga membantah kliennya membantu segala hal yang berkaitan dengan perginya Gayus ke luar negeri. Semua tuduhan itu, ujar Hotma, keji dan tidak berdasar. "Dia saja tidak tahu Gayus pakai nama Sony Laksono."

 

Terbongkarnya jalan-jalan Gayus ke Kuala Lumpur, Singapura, dan kota judi Makau membuat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan turun tangan. Lembaga ini, misalnya, langsung menyurati otoritas keuangan di Singapura meminta informasi tentang rekening Gayus dan Milana di sana. "Sampai kini belum ada jawaban," kata Yunus Hussein, Kepala PPATK.

 

Selain itu, PPATK menyurati otoritas keuangan di Makau, Kuala Lumpur, dan Amerika. Empat hari sebelum ke Singapura, Gayus terbang ke Makau dan Kuala Lumpur. Ia juga dikabarkan sempat akan mengunjungi sebuah negara di Afrika. Sistem penjagaan bandara di tiga negara itu tak bisa mendeteksi data palsu Gayus karena paspor itu dibuat cukup canggih. Menteri Pa-trialis menduga paspor tersebut dibikin di luar Indonesia karena melibatkan seorang warga California, Amerika, bernama John Jerome Grice. "Kami sedang memburu dia," kata Ito.

 

Diinterogasi polisi pekan lalu, Gayus mengaku selama di Makau ia menginap di Hotel Hard Rock. Di sana ia tinggal dua hari, 22-24 September. Ia tak mau buka mulut apa yang dilakukan selama itu di kota judi tersebut. Diinterogasi berkali-kali soal ini, seperti diungkapkan seorang penyidik, Gayus tetap tenang dan santai.

 

+ Dengan siapa kamu ke Makau?" tanya penyidik.

 

- Ah, bapak-bapak ini kan pandai menangkap teroris, masak melacak saya saja tak bisa. Lihat CCTV, dong.

 

Jawaban Gayus memang maknyus.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber:

Bagja Hidayat, Mustafa M. Silalahi, Erwin Dariyanto, Sandy Indra

http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/gayus.akal.fulus/index.php

http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/gayus.akal.fulus/page02.php

http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/gayus.akal.fulus/page03.php

No comments:

Post a Comment