Gayus Bak Wabah dan Gula

RUANG rapat jembar di lantai tiga gedung Komisi Pemberantasan Korupsi itu menjadi mimbar bagi pengacara senior Adnan Buyung Nasution. Kamis pekan lalu, ia diundang Komisi membeberkan kelemahan penanganan perkara dugaan mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan, yang selama ini ditangani Markas Besar Kepolisian RI. Di hadapan pemimpin dan puluhan penyidik Komisi, Buyung memetakan sejumlah celah hukum membongkar keterlibatan wajib pajak yang diduga menyuap kliennya itu.

 

Pekan-pekan ini, KPK memang tengah getol menjaring informasi untuk memulai penyelidikan perkara Gayus. Yang dibidik para wajib pajak yang diduga menyuap bekas pegawai pajak rendahan berekening jumbo itu. Sebelumnya, beberapa kali penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mendatangi kantor Komisi menyerahkan dokumen pendukung. Komisi juga akan segera melayangkan surat kepada Menteri Keuangan agar diizinkan mengakses data para wajib pajak itu. "Akan kami bongkar megaskandal struktural ini," ujar Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

 

Pintu masuk Komisi mengungkap kasus Gayus adalah laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengenai aliran dana di 22 rekening milik Gayus dalam bentuk tabungan dan deposito di BCA, Bank Panin, dan BRI. Satu rekening Bank DKI atas nama Milana Anggraeni, istrinya, juga ditelusuri. Menurut seorang penyidik Komisi, puluhan rekening ini menjadi lalu lintas uang Rp 28 miliar yang belakangan dibuka blokirnya oleh polisi pada perkara pajak Gayus. Ada 18 wajib pajak yang menyetor ke rekening itu, baik langsung maupun melalui konsultan pajak. "Sebagian besar Gayus sendiri yang memasukkan uangnya ke rekening miliknya," kata penyidik itu.

 

Soal arus keluar, PPATK hanya bisa memberikan data lama. Setelah blokir dibuka, uang dari puluhan rekening itu berhamburan ke mana-mana. Rp 900 juta, misalnya, ia setor ke rekening istrinya di BII. Kepada Andi Kosasih, kini terpidana enam tahun perkara keterangan palsu saat menjadi saksi perkara pajak Gayus, mengalir Rp 1,95 miliar. Gayus sendiri memindahkan Rp 10 miliar ke Bank Mandiri. Rp 6,2 miliar di Bank Mandiri ini lalu dicairkan Gayus yang diduga untuk sejumlah penegak hukum yang telah berhasil menghadiahinya vonis bebas Pengadilan Negeri Tangerang.

 

Untuk melacak lalu lintas uang Gayus yang tidak terekam PPATK, komisi antikorupsi menghimpun keterangan Gayus dan sejumlah informasi dari terdakwa rekayasa perkara pajak Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berkas pemeriksaan polisi dan internal kejaksaan juga ditelisik. Di pengadilan, Gayus mengaku memberikan uang masing-masing Rp 5 miliar untuk penyidik, jaksa, dan hakim melalui Hapo-san Hutagalung, pengacaranya. Hapo-san sendiri, kata Gayus, kebagian Rp 5 miliar. Karena kurang, Gayus mengaku Haposan minta tambahan US$ 275 ribu atau hampir Rp 2,5 miliar.

 

"Kicauan" Gayus itu menelan korban. Dua penyidik Polri, Komisaris M. Arafat Enanie dan Komisaris Sri Sumartini, dijerat pidana dengan tuduhan menerima suap. Keduanya kini telah dihukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Arafat divonis lima tahun dan telah dikuatkan di tingkat banding. Sri Sumartini divonis dua tahun. Hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Muhtadi Asnun, ikut terseret. Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis Asnun dua tahun penjara karena terbukti menerima suap dari Gayus.

 

Tak mau dihukum sendirian, Arafat menyeret sejumlah atasannya yang turut menikmati duit Gayus, termasuk Kepala Bareskrim Ito Sumardi, dan atasannya langsung Komisaris Besar Pambudi Pamungkas yang dituding menerima Rp 1 miliar dari Gayus melalui Haposan. Dua bos itu membantah. Ito menilai Arafat ngawur, dan Pambudi menganggapnya sok tahu.

 

Untuk jaksa, kesaksian datang dari Gayus. Ia mengaku telah menyuap jaksa US$ 550 ribu atau nyaris Rp 5 miliar. Lagi-lagi Gayus mengutip Haposan. Uang itu, kata dia, untuk penuntut sampai Jaksa Agung Tindak Pidana Umum. Kejaksaan sudah melakukan pemeriksaan internal. Dari pemeriksaan itu, jaksa pengawasan mengantongi secarik kertas yang diklaim Gayus berisi tulisan tangan Haposan soal aliran duit ke jaksa. Ini, kata penyidik KPK, satu-satunya bukti materiil aliran dana Gayus ke penegak hukum. Haposan sendiri menilai pengakuan Gayus itu sebagai ocehan orang sinting.

 

PPATK pun tidak bisa mengendus dana gentayangan itu karena tran-saksinya tunai. Namun, menurut sumber Tempo, agar bisa mengungkap aliran dana ke sejumlah penegak hukum, PPATK bisa menelusurinya ke bank-bank besar pemegang safety deposit box, meminta informasi soal simpan-an para penegak hukum yang disebut-sebut kecipratan duit Gayus itu. Ketua PPATK Yunus Husein menyatakan akan terus memantau aliran dana dari Gayus. "Saat ini kami serahkan yang ada dulu," kata Yunus.

 

Selain soal aliran dana, KPK telah mengantongi 149 perusahaan yang keberatan pajak mereka pernah diurus Gayus. Sebanyak 44 di antaranya wajib pajak yang memang dipegang langsung oleh Gayus. Sisanya, menurut penyidik kepolisian, diduga pajaknya diurus jaringan Gayus. Dari semua keberatan pajak para wajib pajak itu, hanya PT Surya Alam Tunggal yang ditolak, yang lainnya mulus. "Ada wajib pajak yang potensi kerugian negaranya sampai Rp 7 triliun," kata penyidik itu.

 

Di pengadilan, Gayus mengaku mengatur persoalan pajak perusahaan Grup Bakrie. Selain tertahannya Surat Ketetapan Pajak PT Kaltim Prima Coal, ia membantu proses banding pajak PT Bumi Resources serta membuatkan surat pemberitahuan pajak pembetulan pengurusan sunset policy PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia. Tiga perusahaan itu sebenarnya tidak masuk daftar perusahaan yang ditangani Gayus. Atas jasanya itu, Gayus mendapat imbalan Rp 30 miliar. Juru bicara PT Bumi Resources, Di-leep Srivastava, membantah keterangan Gayus tersebut. Aburizal Bakrie sendiri menolak disebut pemilik tiga perusahaan itu. "Itu perusahaan publik," kata Bakrie.

 

Kasus Gayus ini akan menjadi ujian bagi Busyro yang belum genap sebulan memimpin KPK. Busyro berjanji tidak akan tebang pilih menangani kasus ini. "Saya gemas terhadap Gayus," kata -Busyro kepada Tempo saat ia masih menjadi Ketua Komisi Yudisial. Sebaliknya, Gayus justru gemas terhadap penegak hukum, salah satunya Ketua KPK. Dalam duplik yang ia bacakan disebutkan, "Jadikan saya staf ahli Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK, saya janji dalam dua tahun Indonesia bersih. Saya tidak hanya tangkap kakap- saja, tapi paus dan hiu saya tangkap."

 

Tentu saja kita tak perlu serius menanggapi ocehan dalam duplik Gayus, karena rekam jejaknya memang telah membuktikan dia benar-benar "licin". Tembok penjara dan lapis pengamanan di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Mabes Polri, Depok, terbukti tak mengungkung Gayus. Berkat "kedermawanan"-nya, sejak Juli lalu, ia diduga 68 kali bebas keluar-masuk rumah tahanan. Selain pelesiran ke Bali pada November lalu, ia sebelumnya ngelencer ke Singapura, Malaysia, dan Makau, Cina. Untuk Kepala Rumah Tahanan Komisaris Iwan Siswanto, Gayus merogoh kocek sekitar Rp 50-60 juta. Total duit yang diterima Iwan Rp 368 juta. Selain dicopot dari jabatannya, Iwan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Selain itu, delapan orang sipir menjadi tersangka karena menerima "gaji" Rp 5-6 juta per bulan dari Gayus.

 

Setelah pelesirannya ke luar negeri September tahun lalu terbongkar, uang yang ia keluarkan untuk sindikat pembuat paspor palsu pun terendus. Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, paspor Gayus itu seharga US$ 100 ribu atau sekitar Rp 900 juta. Tapi hal ini dibantah pengacara Gayus, Hotma Sitompul. "Hanya Rp 200 juta," katanya.

 

Kepolisian sendiri menduga, untuk pelesiran selama masa di rumah tahanan, Gayus dibiayai pengusaha kaya. Menurut Kepala Bareskrim, sosok pengusaha ini tidak terkenal atau bukan tokoh penting. "Dia orang biasa," kata Ito.

 

Sumber Tempo menyebutkan bandar Gayus ini diduga kuat wajib pajak yang tidak mau kasusnya terbongkar ke publik. Gayus, kata dia, bagi para wajib pajak yang pernah memakai jasanya adalah wabah yang harus dijinakkan. "Tapi, kalau bagi sejumlah polisi, dia itu gula," kata sumber Tempo yang petinggi pajak ini. Bak "semut", polisi tentu senang mendatangi gula Gayus.

 

 

 

 

 

Sumber:

Anton Aprianto

http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/gayus.akal.fulus/page06.php

No comments:

Post a Comment