Kesaksian Kasus Gayus

Senin lalu (11/10/2010), saya dan Mas Achmad Santosa menjadi saksi
dalam kasus dengan terdakwa Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan. Kami dimintai kesaksian karena beberapa kali bertemu
Gayus, dan dimintai pendapat selaku tim Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum (Satgas) terkait penangan kasus mafia hukum tersebut.
Kalau dalam kaca mata hukum acara yang kaku, seharusnya saksi tidak
boleh menyampaikan pendapat. Tetapi Ketua Majelis Hakim agaknya
menganggap perlu juga mendengar pendapat satgas, yang tentu saja tidak
saya sia-siakan untuk mendorong agar praktik mafia hukumnya lebih
jelas dan dibongkar tuntas.

Meski sudah diberitakan luas, ada beberapa tulisan yang tidak akurat.
Izinkan saya, melalui kolom singkat ini, menyempurnakan beberapa
pemberitaan tersebut. Dalam hal kasus Gayus, ada fakta dan ada
pendapat saya sebagai anggota satgas. Dalam hal fakta, saya bertemu
Gayus sebanyak lima kali. Empat di antaranya, minus pertemuan ketiga,
saya selalu dengan Mas Achmad Santosa. Dalam setiap pertemuan tidak
pernah kami hanya berdua dengan Gayus. Sebenarnya itu standar kerja
Satgas untuk menemui siapapun minimal berdua, agar lebih akuntabel.

Dalam lima pertemuan tersebut, tiga pertemuan awal terjadi di kantor
saya; pertemuan keempat di Lucky Plaza, Singapura; dan pertemuan
terakhir di tahanan Brimob, Kelapa Dua. Substansi perbincangan dengan
Gayus dapat dibagi dalam tiga hal: pertama adalah menyangkut bagaimana
terjadinya praktik mafia pajak dan mafia peradilan; darimana uang
lebih-kurang 100 Miliar yang ia miliki; dan kemungkinan Gayus
mendapatkan witness protection program karena memberikan informasi
yang membantu pengungkapan praktik mafia hukum tersebut.

Perlu dijelaskan bahwa, kasus mafia hukum Gayus memang terbagi dua
jenis: mafia pajak dan mafia peradilan. Dalam hal mafia pajak, Gayus
menjelaskan selain dirinya ada juga keterlibatan oknum lainnya di
Dirjen Pajak, konsultan pajak, pengadilan pajak, calo pajak dan wajib
pajak. Dalam hal mafia peradilan, terkait pengaturan dan kongkalikong
agar dirinya terbebas dari hukuman, Gayus mengatakan ada keterlibatan
oknum kepolisian, kejaksaan, hakim, advokat, calo perkara dan
pengusaha yang diatur pura-pura berbisnis dengan dirinya.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, saya mengatakan, penanganan
kasus ini belum tuntas baik di sisi mafia pajaknya maupun mafian
peradilannya. Masih ada pelaku-pelaku yang belum tersentuh. Termasuk
perlu digali lebih jauh darimana uang Gayus sebenarnya. Dalam
pertemuan pertama dan kedua, Gayus mengaku uangnya berasal dari
membantu banyak wajib pajak. Pada pertemuan di Lucky Plaza, Singapura,
Gayus mengatakan bahwa sebagian besar uangnya karena membantu Grup
Bakrie. Tentu saja pengakuan Gayus ini tidak bisa dianggap pasti
benar. Itu baru keterangan satu orang. Pihak penegak hukum harus
segera melakukan upaya-upaya hukum memperjelas asal-muasal uang Gayus
tersebut. Tidak mungkin uang sebesar lebih kurang 100 Miliar tiba-tiba
turun dari langit bukan? Saya yakin Grup Bakrie sendiri berkepentingan
untuk memperjelas keterangan Gayus tersebut. Karenanya semua pihak
harusnya mendorong agar kasus ini diusut lebih tuntas.

Saya sendiri melihat, ada kecenderungan Gayus akan mendapatkan hukuman
paling berat. Dia akan didakwa berlapis dalam tiga perkara terpisah.
Hal demikian menurut saya tidak adil. Gayus memang bersalah. Namun
pada saat yang bersamaan dia juga telah relatif memberikan informasi
yang berharga bagi terungkapnya praktik mafia hukum ini. Adalah tugas
aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti informasi penting dari
Gayus, dan tidak justru mengorbankannya sendirian. Akhirnya,
perjuangan melawan mafia tentu tidak mudah. Tetapi kita tidak pernah
boleh menyerah. Just Doa and Do the best. Keep fighting for the better
Indonesia.


Wed 13 Oct 2010
by : Denny Indrayana


Sumber:
www.jurnalnasional.com

No comments:

Post a Comment