Skandal Century dan Krisis 2008 di Mata Jusuf Kalla


  • Kata Kalla, Century tak layak dibantu karena dirampok pemiliknya.
  • Bank Century menerima total penggelontoran bailout tahap I hingga IV sekitar Rp6,7 triliun.


VIVAnews - Satu per satu, pejabat teras negeri ini duduk di kursi Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta untuk menjelaskan skandal dana talangan ke Bank Century. Setelah mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kemarin giliran Jusuf Kalla memberikan kesaksian.
Kamis 8 Mei 2014, Kalla diperiksa dalam kapasitas sebagai wakil presiden. Dia bersikukuh bahwa Bank Century tidak layak dibantu karena bank itu bangkrut setelah dirampok pemiliknya sendiri. Selain itu, kata Kalla, bailout Century menyalahi aturan.
Politisi 71 tahun itu memulai kesaksiannya dengan mengingat pertemuannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono pada 25 November 2008. Kata Kalla, keduanya tampak panik dan tergesa-gesa.
"Mereka bilang ada pengeluaran tiba-tiba. Sampai Senin (24 November 2008) sudah cair Rp2 triliun lebih kepada Bank Century," kata Kalla.
Kalla yang kaget masih sempat bertanya, mengapa ada pengeluaran sebesar itu. "Mereka jawab, Bank Century dikriminalisasi. Banknya dirampok pemiliknya sendiri," jelas Kalla.
Di situlah Kalla mengaku baru tahu soal masalah Bank Century. Padahal, kata dia, kedua pejabat itu tidak mengatakan apapun soal kasus Century dalam Rapat Kabinet tanggal 20 November 2008. "Di rapat kabinet yang saya pimpin itu, mereka hanya mengatakan ada krisis dari Amerika Serikat. Ya, mempengaruhi sedikit perekonomian kita. Tapi, perbankan masih aman," kata Kalla.
Rupanya tanpa sepengetahuan Kalla, Mulyani dan Boediono serta sejumlah pejabat menggelar rapat sejak 20 November sore hingga keesokan harinya. Keputusan rapat yang dipimpin Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga perlu dibantu dengan dana talangan atau bailout.
Yang membuat Kalla geleng kepala adalah jumlah dana bailout ke Century itu. Belakangan dia pun baru tahu bahwa dana itu membengkak sangat besar dari keputusan awal.
Rapat KSSK 21 November 2008, kata dia, memutuskan bahwa bailout ke Bank Century hanya sebesar Rp632 miliar. "Tapi, di laporan Mulyani dan Boediono tanggal 25 November, uang yang sudah mengucur itu lebih dari Rp2 triliun. Betul kata Sri Mulyani, bisa mati berdiri kalau begini," kata Kalla di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor itu.
Kalla juga berpendapat, penggelontoran dana itu tidak ada dasar hukumnya. Apalagi, Pemerintah saat itu hanya membatasi angka dana nasabah yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni sampai Rp2 miliar saja. Aturan bailout tidak ada. Jadi tindakan itu melanggar.
Tak menunggu lama, Kalla kemudian meneruskan laporan Mulyani dan Boediono ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu subuh 26 November 2008. SBY baru saja kembali dari lawatan luar negeri. Dan, "Dia (SBY) terkejut."
SBY minta laporan yang lebih detail. Kalla pun melaporkan bahwa Bank Century dianggap gagal dan di-bailout Rp2,7 triliun. "Itu karena perampokan, kriminalisasi pemiliknya. Saya juga lapor bahwa saya sudah suruh pemiliknya ditangkap," jelasnya.
Dengan demikian, politisi gaek Partai Golkar ini sekaligus membantah kesaksian Sri Mulyani di sidang tanggal 2 Mei lalu. Dalam sidang itu, Mulyani mengaku mengirim pesan singkat atau SMS ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ditembuskan ke Wapres Jusuf Kalla setelah rapat KSSK 21 November 2008. Isinya, laporan soal hasil rapat.
"Saya hanya dilapori pada 25 November 2008 saja," kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu. [Baca: Sri Mulyani Pernah Sampaikan Soal Century ke Presiden Lewat SMS]
Sebagai informasi, dana talangan ke Bank Century itu bahkan terus membengkak hingga akhirnya mencapai angka Rp6,7 triliun. Dana ini dialirkan ke Bank Century dalam beberapa tahap.

Moral Hazard
Berkaca dari pengalaman krisis moneter Indonesia 1998, tak berlebihan jika Kalla geram pada pengucuran bailout ke Century senilai Rp6,7 triliun. Kalla menilai, bailout itu sama saja dengan blanket guarantee yang diterapkan Pemerintah pada 1998.
"Saya katakan kenapa terjadi ada apa? Padahal ketentuan pemerintah tidak izinkan blanket guarantee untuk bailout," ujarnya.
Indonesia punya pengalaman buruk terkait kebijakan blanket guarantee yang telah menyulitkan negara pada tahun 1998. Gara-gara kebijakan itu, muncul skandal Bantuan Likuiditas BI. Di samping itu moral hazard pemilik bank juga menjadi penyebab BI memberikan BLBI Rp600 triliun lebih.
"Akibatnya, hampir 15 tahun setelah itu, kita harus membayar Rp100 triliun setiap tahun. Bunga dan cicilan akibat blanket guarantee itu," tegasnya.
Dia berharap pengalaman tahun 1998 tidak terulang tahun 2008 atau seterusnya. "Jangan pernah terjadi blanket guarantee kapanpun di Indonesia, jangan sampai terjadi menjamin apapun. Itu yang menyebabkan krisis yang besar 1998 akibat blanket guarantee," ucapnya.

Kalla Bicara FPJP
Dalam kesempatan itu, Kalla juga diminta keterangannya soal pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century. Fasilitas ini diberikan BI ke Century sebelum dana talangan.
Kalla menilai, tak ada yang salah dengan pemberian FPJP kepada satu bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas. Kalla pun membenarkan bahwa FPJP diatur dalam Pasal 11 dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Pasal ini menyebutkan bahwa BI dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah paling lama dalam jangka waktu 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek kepada yang bersangkutan.
"Tapi, yang jadi masalah kan sekarang boleh atau tidaknya, besaran, dan apakah bank itu memenuhi syarat. FPJP ya boleh," ujarnya. Ia pun mengatakan bahwa besaran dan syarat pemberian FPJP kepada bank adalah wewenang internal BI. 
Diberitakan sebelumnya, Budi Mulya didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam dua proses penyelamatan Bank Century. Pertama, penggelontoran FPJP dan kedua, penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Jaksa menilai, Budi Mulya tak sendirian. Keputusan pencairan FPJP kepada Bank Century itu dianggap dilakukan secara bersama-sama, meski peran para pejabat Bank Indonesia tersebut tidak sama. “Mereka menyetujui dalam Rapat Dewan Gubernur. Budi Mulya jelas perannya aktif dan terima (Rp1 miliar),” ujar Jaksa. Artinya, sejauh ini baru Budi Mulya lah yang diketahui jaksa menerima uang dari kasus ini. Ini untuk kasus pemberian FPJP itu.
Pejabat BI yang disebut Jaksa ikut dalam proses ini adalah Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Gultom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi VI Gubernur BI, Budi Rochadi selaku Deputi VII Gubernur BI, dan dua pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular dan Harmanus H Muslim.
Di proses kedua, Jaksa menyebut Budi Mulya menyalahgunakan kewenangannya bersama-sama dengan mantan Deputi III Gubernur BI Hartadi A Sarwono, mantan Deputi V Gubernur BI Muliaman D Hadad, mantan Deputi VIII Gubernur BI Ardhayadi M, serta Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK.

Kronologi penyelamatan Century
Pemberian dana ke Century itu bermula ketika bank hasil merger Bank Pikko, Danpac, dan CIC tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008. Dalam hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bulan November 2009, terungkap bahwa Bank Century sebetulnya sudah bermasalah sejak 2005.
Sejak 29 Desember 2005, Century masuk daftar "pengawasan intensif" BI, karena berpotensi kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usaha bank.
Kemudian, 6 November 2008, BI menetapkan Century sebagai bank "dalam pengawasan khusus" dengan posisi rasio kecukupan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) 2,35 persen. Manajemen Century lalu mengirim surat kepada Bank Indonesia pada 30 Oktober 2008. Mereka meminta fasilitas repo aset kredit senilai Rp1 triliun.
Direktur Pengawasan Perbankan BI Zainal Abidin, yang kala itu mendapat tembusan permohonan dari Century, lantas mengirimkan laporan tertulis kepada Boediono dan Fadjrijah pada 30 Oktober 2008.
BI kemudian memproses pengajuan tersebut sebagai permohonan FPJP. Namun, Century tak memenuhi syarat untuk mendapat fasilitas pendanaan jangka pendek itu. Penyebabnya, masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.
Century juga insolvent, karena rasio kecukupan modal hanya 2,35 persen (per 30 September 2008). Padahal, sesuai dengan Peraturan BI (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR bank harus 8 persen.
Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP tersebut, khususnya mengenai angka CAR dari semula minimal 8 persen menjadi CAR positif. BPK menduga, perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu. Karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39-476,34 persen.
Menurut BPK, satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.
BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar, karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI. Belakangan, BI bahkan memberi tambahan FPJP sebesar Rp187,32 miliar. Total, FPJP yang diberikan BI kepada Century Rp689 miliar.
BPK kemudian mencium kejanggalan, karena posisi CAR Century negatif 3,53 persen sebelum persetujuan FPJP. Dengan demikian, BPK menilai Bank Indonesia telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.
Berikut kronologi penggelontoran FPJP dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada Bank Century seperti dikutip dari hasil audit BPK atas Bank Century tahun 2009:

30 September 2008
Rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century positif 2,35 persen. Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008, bank penerima FPJP harus memiliki CAR minimal 8 persen. Dengan demikian, Century tidak memenuhi syarat memperoleh FPJP.

30 Oktober 2008
Bank Century mengajukan repo aset kredit kepada Bank Indonesia sebesar Rp1 triliun.

14 November 2008
BI mengubah PBI mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR 8 persen menjadi CAR positif. Pada hari yang sama, BI menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar, karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI.

14 November 2008, pukul 20.43 WIB
BI mencairkan FPJP Century Rp356,81 miliar.

17 November 2008
BI kembali mencairkan Rp145,26 miliar.

18 November 2008
BI memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar, sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp689 miliar.

21 November 2008
Rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Dalam notulensi yang didapat BPK, rapat ini juga dihadiri pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), BI, Kementerian Keuangan, dan PT Bank Mandiri Tbk.
Pada umumnya, demikian disebut dalam hasil investigasi BPK, peserta rapat mempertanyakan dan tidak setuju dengan argumentasi serta analisis BI yang menyatakan Bank Century ditengarai berdampak sistemik.
Dalam rapat itu, BI berargumen:
"Sulit untuk mengukur apakah dapat menimbulkan risiko sistemik atau tidak karena merupakan dampak berantai yang sulit diukur dari awal secara pasti. Yang dapat diukur hanyalah perkiraan cost/biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu, maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan, namun dengan meminimalisir cost. Keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore seperti saran LPS karena Bank Century tidak punya cukup dana untuk pre-fund kliring dan memenuhi kliring sepanjang hari itu."
Dalam rapat hari itu juga diputuskan penanganan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik diserahkan ke LPS.

24 November 2008
LPS mulai mengucurkan Penyertaan Modal Sementara (PMS) atau yang lebih dikenal dengan sebutan dana talangan (bailout) tahap I sejumlah Rp2,77 triliun kepada Bank Century. Dana ini dikucurkan bertahap sebanyak enam kali, yakni 24-28 November 2008 dan 1 Desember 2008.

9 Desember 2008
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan dana talangan tahap II sebesar Rp2,2 triliun. Uang ini digelontorkan 13 kali sejak 9 hingga 30 Desember 2008. Dana ini dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi likuiditas.

4 Februari 2009
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan lagi dana talangan tahap III sebesar Rp1,15 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment BI, yaitu 8 persen. Dana ini disetor 3 kali, sejak 4 Februari 2009.

24 Juli 2009
Lembaga Penjamin Simpanan mengucurkan dana tahap IV sejumlah Rp630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Penggelontoran ini dilakukan 1 kali.
Bank Century menerima total penggelontoran bailout tahap I hingga IV sekitar Rp6,7 triliun. (umi)

(Sumber: http://fokus.news.viva.co.id/news/read/502975-skandal-century-dan-krisis-2008-di-mata-jusuf-kalla)

No comments:

Post a Comment