Wakil Wali Kota Medan Mengaku Korupsi

Wakil Wali Kota Medan, Ramli Lubis, mengakui telah berbuat korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyalahgunaan APBD Kota Medan tahun 2002 sampai 2006.
Pengakuan tersebut diungkapkan dalam sebuah surat yang dibuat, Ramli dan dibacakan di depan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, yang diketuai Sutiyono.
Ramli membacakan suratnya seusai diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi yang mendudukkan dirinya dan Wali Kota Medan, Abdillah, sebagai terdakwa.

Dalam surat itu, Ramli menyatakan, selama menjabat sebagai Sekretaris Daerah dan Wakil Wali Kota Medan sejak 2002 sampai 2006 telah melakukan kebijakan yang dapat menimbulkan kerugian negara. "Saya selaku sekda dan wakil wali kota menye-sal telah berbuat khilaf dan alpa yang diduga dapat menimbulkan kerugian negara, baik dalam pembelian mobil pemadam kebakaran dan penggunaan APBD 2002-2006," papar Ramli, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/9).
Ramli melanjutkan, dia siap bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya dan telah menitipkan empat buah sertifikat tanah dan bangunan berupa rumah dan bungalow miliknya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. "Penitipan sertifikat ini adalah jaminan sebagai bentuk penyesalan dan tanggung jawab saya," imbuh Ramli.
Dia menambahkan, isi surat senada telah dibuat dan disampaikan kepada pimpinan KPK pada 21 April 2008 beserta sertifikat asli empat bidang tanah dan bangunan di atasnya.
Ramli pun meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keadilan yang seadil-adilnya kepadanya.
Saat menjalani pemeriksaan, Ramli menjelaskan, dirinya mengetahui penggunaan anggaran APBD Kota Medan tahun 2002 sampai 2006 yang tidak dipergunakan sesuai peruntukannya. Namun, dia melimpahkan kesalahan penyelewengan APBD tersebut kepada Wali Kota Abdillah.
Terkait pengadaan mobil damkar, Ramli membantah jika dia pernah menerima uang Rp 1,2 miliar dari Hengki Samuel Daud, Direktur Utama PT Satal Nusantara, rekanan Pemerintah Kota Medan dalam proyek pengadaan mobil damkar pada 2005.
Dalam persidangan sebelumnya, mantan Kepala Bagian Keuangan Pemkot Medan, Datuk Djohansyah, menyatakan, pernah menyerahkan uang Rp 1,2 miliar kepada Ramli seusai pencairan pembayaran damkar di Bank Sumut.
Selain membantah menerima uang. Ramli juga menya-takan seluruh pengeluaran dana APBD sepanjang 2002-2006 yang tidak benar peruntukkannya adalah berdasarkan perintah Wali Kota Medan, Abdillah.
Ramli menjelaskan, wali kotalah yang memerintah-kannya untuk menutupi defisit anggaran-anggaran yang tidak ada posnya dalam APBD Kota Medan tahun 2002 sampai 2006.
Menurut Ramli, anggaran tersebut digunakan untukmembayar keperluan-keper-luan pribadi wali kota dan memberikan bantuan kepada sejumlah pihak, di antaranya anggota DPRD Medan dan anggota DPRD Sumatra Utara, unsur Muspida Kota Medan, serta instansi vertikal, seperti kejaksaan, pengadilan, kodim, dan lanud, dan danpom Kota Medan.
Ramli menyatakan, penutupan penggunaan anggaran tanpa pos tersebut dilakukan dengan membuat proposal . fiktif.
Pada sidang terpisah, Wali Kota Medan, Abdillah, justru menyatakan dia tidak mengetahui sama sekali tentang proposal fiktif lantaran dia berkonsentrasi mencari investor ke Jakarta, Malaysia, dan Singapura.
KPK menjerat pasangan kepala daerah Kota Medan setelah menemukan unsur pidana korupsi dalam pengadaan mobil damkar tahun 2005 dan penyalahgunaan APBD tahun 2002 sampai 2006. Tim Jaksa Penuntut Umum KPK yang diketuai Muhibuddin mendakwa keduanya telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 54,1 miliar. Abdillah telah dituntut jaksa dengan hukuman pidana delapan tahun penjara pada Rabu (3/9).
Selama persidangan, Abdillah terus menegaskan tidak tahu menahu soal pengadaan mobil damkar dan penggunaan dana APBD.

Sumber : Koran Tempo, 05 September 2008

No comments:

Post a Comment